Berbagi cerita, Mengekalkan Kisah

Dalam hidup seringkali kita dihadapkan dengan banyak sekali ketakutan, trauma atau batas-batas aktivitas yang tidak berani untuk kita lewati. Ketakutan – ketakutan yang membuat kita jadi membatasi diri atas pengalaman – pengalaman seru yang sebenarnya bisa kita rasakan jika kita mampu menghancurkan batasan itu. Untuk saya bukan pada ketinggian, kegelapan, dan aktivitas cukup menantang nyali seperti parasailing, diving, atau wahana ekstrim di taman bermain. Salah satu ketakutan terbesar dari hidup saya adalah ~~kehilangan kamu~~ mengendarai sepeda motor. Sound’s weird, huh ? Iyap. One of biggest fear in my life is driving motor bicyle. Well, sebenarnya saya sedikit malu menceritakan ini. Bagaimana tidak ? jika sebagian orang justru merasa takut saat akan parasailing, bungee jumping atau menaiki hysteria, tornado, kora-kora atau halilintar Di Dufan, saya justru akan ketawa-tawa karena sangat menikmati. Tapi beda cerita saat dihadapkan dengan mengendarai sepeda motor yang mungkin bagi kebanyakan orang ga ada bikin takutnya sama sekali namun mampu membuat saya jiper ketakutan.

Okay, Let’s say saya melebih-lebihkan, tapi ketakutan ini muncul bukan tanpa alasan, sejak saya mengalami kecelakaan-tidak-begitu-parah-namun-meninggalkan-bekas hingga sekarang ketika pertama kali belajar mengendarai sepeda motor bersama sahabat saya Nadia, nyali saya langsung ciut, keberanian saya langsung terbang ke awan untuk belajar lagi. Gagal menjaga keseimbangan serta tanpa sengaja menarik gas hingga maksimal berhasil membuat saya dan Nadia ‘terbang’ dan berakhir dengan terseret-seret di jalanan aspal. What an epic moment !!

Sejak kejadian rusuh nan epic itu saya memang belum memberanikan diri untuk belajar lagi. Bekas luka yang masih terpampang nyata hingga kini selalu mengingatkan saya akan kejadian tidak menyenangkan itu. Namun akhirnya hingga suatu hari entah kemasukan roh apa, bertahun-tahun setelah kejadian itu, tiba-tiba saja ada keyakinan yang muncul untuk mengalahkan rasa takut tersebut, break my limit. Mungkin juga dipicu karena kenaikan harga bbm beberapa waktu lalu mengakibatkan kenaikan tarif angkot sehari-hari yang berakibat melonjaknya pengeluaran transportasi saya perbulannya. Dan seakan tidak punya banyak pilihan, saya merasa harus bisa mengendarai sepeda motor supaya dapat lebih berhemat.

Singkat cerita setelah melalui banyak drama pelatihan yang dibantu oleh sepupu saya Rara disertai dengan sedikit menerima bully-an banyak orang karena menurut mereka it’s too late atau bahasa halusnya it’s too old for me to start. Dengan kata lain yaelah deb orang-orang udah bawa motor sambil ngejengkang, terbang dengan freestyle lu masih baru mau belajar aja. But I don’t care about it karena pada akhirnya saya BISA. Okay memang hanya sekedar motor matic tapi setidaknya saya BISA. And the most important thing is I break my limit. Salah satu ketakutan saya. I can destroy it.

Belajar nya udah. And now, next step. Beli sepeda motornya dongg.. yak karena ga mungkin untuk pake motor tetangga. Memilih sepeda motor apa yang pengin dibeli ternyata sama sulitnya dengan mencari pacar yang baik. Sama dengan pacar yang kita harapkan baik untuk jangka panjang, sepeda motor pun begitu. Bisa awet dari segala aspek, mesin yang tahan lama, model yang stylish, irit bahan bakar karena kalau minyaknya juga boros yang mending saya naik kendaraan umum aja toh? Dalam upaya pencarian itu saya mencoba membandingkan beberapa merek sepeda motor dengan berbagai macam tipenya. Dan ternyata saya juga baru tahu kalau tipe/model sepeda motor matic dalam sebuah merek itu bisa bermacam-macam. Well…proses pemilihannya ini lumayan tidak mudah.

Seorang Gianni Versace pernah mengatakan “ Don't be into trends. Don't make fashion own you, but you decide what you are, what you want to express by the way you dress and the way to live.” Saya mengamininya. Dan menurut saya untuk menjadi fashionable juga bukan perkara sudah sejauh mana kita mengikuti trend fashion atau hal baru sedang “in” apa yang kita belum coba. Tapi lebih kepada bagaimana item fashion yang sudah kita pilih untuk dikenakan dapat mencerminkan atau mengekspresikan diri , passion, semangat, aura or everything we name it. Fashion bukan lagi soal apa dan berapa mahal atau murah harga sebuah oufit tapi bagaimana item-item fashion yang tadinya hanya berupa “one thing” dapat berubah menjadi “something” saat kita kenakan.

Setuju dengan saya ?

Selanjutnya adalah bagian terpenting lain dalam ber"fashion" selain yang sudah saya sebutkan di atas tadi. KENYAMANAN. Well, sorry for the capslock, hanya agar kata-kata itu dapat terlihat dan melekat dengan baik. I think comfortable is the most important thing from being fashionable karena bagaimana mungkin kita dapat mengekspressikan diri dengan pretty-well kalau kita sendiri tidak merasa nyaman saat menggunakannya. Seperti semacam mengenakan kebaya untuk menari balet. Mungkin terlihat cantik tapi tentu tidak memberikan kenyamanan, bukan ? Kenyamanan bagi setiap orang juga berbeda tergantung masing-masing individu, sudut pandangnya juga tentu tidak sama mulai dari model, bahan, ukuran, warna, merk dan sebagainya. Nyaman di A belum tentu nyaman saat dikenakan B dan begitu juga sebaliknya. Tapi satu hal yang mungkin dapat disepakati adalah saat seseorang sudah merasa nyaman atas item fashion yang dikenakannya biasanya rasa percaya diri, aura cantik, semangat positif dalam dirinya akan timbul secara alami.

Jadi, peraturan no 1 saya dalam memilih item fashion adalah kenyamanan. Tentunya nyaman dalam versi saya sendiri. Untuk hal ini biasanya saya akan cukup ketat ketika pemilihan busana kerja. Bagi saya memilih busana kerja yang nyaman untuk dikenakan hampir 12 jam setiap harinya sungguh adalah sebuah keharusan yang mutlak. Dan untuk hal itu pilihan saya setia pada The Executive. Brand yang bernaung dibawah produsen garmen ternama PT. Delami Garment Industries sejak tahun 1984 ini memang focus pada pakaian resmi untuk pria dan wanita. Tidak diragukan lagi untuk model-modelnya yang anggun dan stylist, tapi hal paling penting mengapa saya sangat menyukai brand ini adalah karena bahan yang digunakan sangat lembut. Begitu membuat nyaman dan tidak menggangu sama sekali untuk digunakan seharian. Dengan model yang selalu cantik dan kenyamanan yang tidak perlu diragukan lagi, harga The Executive juga terbilang cukup ramah, meski tidak dapat dikatakan murah untuk ukuran karyawan swasta biasa seperti saya, tapi senangnya masih cukup relatif untuk dijangkau dan tidak membobol kantong terlalu dalam. So, It's why I Love The Executive So So.

Langganan: Postingan ( Atom )

Berbagi cerita, Mengekalkan Kisah

. . .

Bubble ... Bubble In The Sky

Menembus Batas Yamaha Fino Sporty FI Bersama Blibli.com

Fashionable dengan The Executive bersama Blibli.com

About Me

Arsip Blog

Blog Walking

Hits

Labels

Berbagi cerita, Mengekalkan Kisah

. . .

Bubble ... Bubble In The Sky

Menembus Batas Yamaha Fino Sporty FI Bersama Blibli.com

Fashionable dengan The Executive bersama Blibli.com

About Me

Popular Posts

Arsip Blog

Blog Walking

Hits

Labels