[CERPEN] Kepingan Sekian Hari



Foto milik Alexandher Thian


 "Jika ada yang dapat disalahkan dari sebuah penantian, tentu saja itu adalah waktu. Tapi sialnya, meski bukan pendengar yang baik, waktu adalah penyembuh paling efektif yang pernah ada. Pada Akhirnya. “

3 tahun 3 bulan sekian hari. well, sorry. Aku lupa untuk waktu tepatnya. Terlalu banyak kenangan di istana memori pada akhirnya membuat kita untuk sedikit bijak dalam memilih ingatan mana yang harus tinggal dan mana yang harus disingkirkan. Tidak mudah memang, tapi bukan sebuah pekerjaan sulit. Tidak mudah karena sering kali sebenarnya kita tau betul kenangan apa yang kita ingin enyahkan tapi kita tidak dapat melakukannya karena well, karena secara sadar atau tidak kita masih menikmati rasa pahit dari kenangan itu meski kita menyadari kalau itu menyakitkan. And the next question is, kenapa kita masih mau menikmatinya padahal kita tau itu menyakitkan ? jawabannya karena meski itu pahit nan menyakitkan namun ada kenangan indah yang melekat bersamanya. Karena yang aku tau, kita hanya bisa disakiti dan dilukai oleh kenangan-kenangan yang berarti untuk kita. Jadi saat kita menyingkirkan kenangan pahit maka kita juga harus siap kehilangan kenangan manisnya. Dan itulah mengapa proses-proses menghilangkan-menyingkirkan-membuang-mengenyahkan-menggunting kenangan pahit ini menjadi tidak mudah. Tapi seperti yang sudah aku katakan meski tidak mudah namun bukan pekerjaan sulit. Tidak sulit karena semuanya hanya perkara mau atau tidak mau. Yap. Kembali ke masing-masing pribadi apakah kita mau atau enggan, siap atau takut, legowo atau keberatan untuk kehilangaan kenangan pahit dan kenangan manis itu secara bersamaan  ? dan percayalah ketika kalian menemukan jawabannya, segalanya tidak akan pernah sulit lagi
 
3 tahun 3 bulan sekian hari. Aku masih berusaha mengingat-ingat waktu tepatnya. Karena itu adalah hari yang penting. Sangat penting dalam hidup seorang aku. Dan semuanya semakin menyebalkan karena aku masih saja tidak bisa menemukan kepingan itu. Aku sedang mencari kepingan kenangan. Kepingan kenangan sekian hari.

3 tahun 3 bulan sekian hari. Aku  masih berusaha sekarang. Mungkin aku harus mulai mengingat-ingat tentang segala yang terjadi waktu itu agar lebih mudah menyatukan semua kepingan kenangan yang telah patah. Yang kuingat, hari itu adalah hari paling gelap dari hidupku yang tidak bewarna. Tapi meski pun begitu, dari sebuah hidup yang tidak bewarna dan bahkan tak punya arti bagi pemiliknya ternyata semesta masih menyelipkan penggalan baik didalamnya. Karena aku memiliki dia. Satu-satunya yang kupunya. Satu-satunya yang kupercaya. Tadinya.

3 tahun 3 bulan sekian hari. Sebelum hari itu, hidup kami indah. Bahkan terlalu indah untuk sebuah hidup biasa-biasa saja seperti yang ku jalani. Aku tak bisa lepas darinya. Dia tak bisa jauh dari ku. Kami seperti lem super untuk sol sepatu. Aku adalah dia dan dia adalah aku. Yang aku tau, aku tak bisa dipisahkan dari Ruli, ya nama lelaki istimewa itu adalah Ruli.

3 tahun 3 bulan sekian hari. Dengan semua itu bukan berarti tidak pernah ada pertengkaran di antara kami. Tapi seringkali itu hanya berupa pertengkaran-pertengkaran kecil seperti apakah memilih nasi soto atau sushi untuk makan malam karena buatku yang disebut makanan itu ya sesuatu yang sudah dimasak dengan benar, sedangkan bahan makanan yang tidak di masak dengan baik harusnya hanya menjadi umpan untuk makanan hewan peliharaan bukan berakhir di meja makan. Namun menurutnya sushi jauh lebih sehat dan bergizi karena kaya dengan protein blablabla dibanding nasi soto pilihanku itu.

3 tahun 3 bulan sekian hari, Meski kadang masih saja ada hal-hal untuk diperdebatkan bersamanya tapi tidak ada yang bisa mengenalku sebaik Ruli memahami ku, tidak ada yang bisa mendukungku sebaik Ruli menuntunku, sedangkan aku baginya adalah satu-satunya alasan dia percaya bahwa cinta itu nyata adanya. Dia bilang, tidak ada yang bisa meredam amarahnya sebaik aku menenangkannya, tidak ada yang bisa menjaganya sebaik aku merawatnya, dan tidak ada yang bisa menyanyanginya sebaik aku mencintainya. Kesimpulannya kami saling melengkapi satu sama lain. Seperti kupu-kupu yang membutuhkan nektar bunga sebagai sumber makanan dan bunga yang membutuhkan kupu-kupu untuk membantu proses penyerbukannya. Saling membutuhkan dan melengkapi. Dan ketika kau sudah menemukan pelengkapmu, kaupun akan merasa cukup, lalu apa lagi yang kau cari dari hidup ?

3 tahun 3 bulan sekian hari. Aku masih berusaha menemukan kepingan sekian hari itu sambil mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi hari itu. Ah Ya aku ingat 2 hari sebelum hari itu, 3 hari setelah Ruli berada di rumah sakit karena ditemukan pingsan di ruang kerjanya. Sepulang kerja aku datang untuk menemaninya di rumah sakit menggantikan ibunya yang sudah berjaga sejak pagi. Namun ada yang sedikit berbeda saat itu, entahlah apa, mungkin sorot matanya dan ketika itu Ruli juga memelukku lama sekali. Yang kusambut dengan celetukan ”santai sayang, aku ga akan kemana-mana sampai kamu sendiri yang mengusir ku, okay …”

3 tahun 3 bulan sekian hari. Dua hari sebelum hari itu, saat aku tengah membaca majalah guna membunuh waktu karena well jujur saja menemani seseorang di rumah sakit bukan sesuatu yang menyenangkan karena entah mengapa waktu berjalan 3, bukan, tapi 5 kali lebih lama dari biasanya. Dan dia pun memulai percakapan ini, percakapan yang pada akhirnya memutar balikkan dunia ku dalam satu kedipan mata. “Sekar . . . ada yang ingin ku bicarakan. suaranya pelan dan berat

“Bicara apa sayang ? sejak kapan kamu meminta izin denganku untuk berbicara” aku menghampirinya ke tempat tidur dan mengenggam tangannya.

“Aku ingin mengakhiri hubungan kita.”
Yang ku ingat ada hening cukup lama saat itu, aku masih berusaha mencerna kata-katamu yang terdengar asing di telingaku.

“Hahaha Aku tak mengerti apa yang kau bicarakan. Aku fikir hari ini bukan april mop dan Ruli, bercandaan mu ini sama sekali tidak lucu. Kalau kau sedang ingin bermain-main, baik kau sudah menang.” Aku semakin mengenggam tangannya.

“Aku tidak bercanda dan sedang tidak bermain saat ini. Aku serius benar-benar ingin mengakhiri hubungan kita.” Suara Ruli tercekat, dia melepaskan genggaman tanganku dan aku melihat sorot mata itu lagi, sorot mata aneh saat dia memelukku tadi.

 “Tapi . . . kenapa Rul ? apa yang salah ?”  aku merasakan ketakutan mulai menjalari tubuhku.

“Tidak ada yang salah, aku hanya tidak bisa melanjutkannya lagi. Aku merasa hubungan kita hanya berjalan di tempat dan aku merasa penat.”

“Bagaimana mungkin bisa semudah itu, Rul ? omong kosong macam apa ini ? Setelah banyak hal yang sudah kita lewati, bagaimana mungkin semudah ini, atas nama semua yang sudah kita lalui bagaimana mungkin kau bisa mengakhiri hubungan kita dengan alasan klise tak masuk akal seperti ini. katakan jika ada wanita lain !” Nada suaraku tersendat-sendat menahan tangis serta amarah dan kusadari pipi ku sudah basah dengan air mata.

“Tidak ada wanita lain, kau selalu tau bahwa kau satu-satunya.”

“Aku memang mencintaimu Sekar, aku hanya tak bisa meneruskannya lagi. Pada akhirnya setiap orang bisa berhenti untuk tidak melanjutkan apapun lagi. Termasuk mencintai.”
DHEG. Aku terdiam, terkejut dengan ucapannya. Tak ku sangka dia sudah tidak mencintaiku lagi. Lagi. Hening yang cukup lama. Aku masih tidak dapat mencerna semua perkataan Ruli. Aku serasa seperti diserang biji-biji ketapel. Terlalu tiba-tiba dan sakitnya pelan tapi pasti mulai menyebar ke segala arah.

“Sampai saat ini aku masih tidak mengerti dengan semua yang kau ucapkan, aku tidak tau apa dan dimana bagian yang salah dari hubungan 5 tahun yang kurasa baik-baik saja sampai detik tadi. Tapi baik kalau itu keinginanmu. Tak ada yang bisa ku lakukan kalau ini memang mau mu. Aku pergi. Semoga kau cepat sembuh.”

Pertahananku runtuh, air mata ku sudah tak tau lagi cara untuk berhenti. Aku marah, kesal dan bingung dengan semua tiba-tiba ini. Aku menyerah dengan begitu mudah karena seperti yang kita tau, ada banyak hambatan dalam sebuah hubungan dan itu semua dapat dilalui, apapun itu jenisnya, tapi tak ada lagi yang bisa diselamatkan jika kau sudah tidak diinginkan.

“Sekar . . . maafkan aku. Sungguh.”
Aku menyadari sorot mata aneh yang kulihat tadi dan aku menyadarinya sekarang. Aku mendengar ucapan maaf Ruli saat meninggalkan ruangan. Maaf tak kubutuhkan saat itu, aku hanya ingin dia menarik ku kembali dan mengatakan kalau ini semua hanya sekedar lelucon yang dia buat untuk mengujiku. Tapi Ruli tidak pernah memanggilku. Tidak pernah sekalipun. Dia membiarkanku pergi. Beginilah akhir kisah cintaku pada akhirnya. Dihancurkan hanya dengan 4 kata yang tak lebih dari 5 detik diucapkan. 5 tahun yang berakhir sia-sia.

3 tahun 3 bulan sekian hari, dua hari sebelum hari itu aku hancur berkeping-keping, kehilangan satu-satunya yang menjadi pegangan ku selama ini. Menerima kenyataan bahwa aku sudah tak dicintai lagi. Dalam seketika hidupku limbung.

3 tahun 3 bulan sekian hari, aku mulai menemukan kenangan yang hilang itu, mungkin kalau aku sedikit berusaha lebih keras, aku akan segera menemukannya. Aku mencoba kembali ke hari itu lagi, hari paling gelap dalam hidup ku yang tidak bewarna, saat pukul lima pagi aku menerima sambungan telepon dari Ibu Ruli yang mengatakan dengan suara tangis terisak-isak bahwa Ruli telah pergi. Pergi untuk selamanya. Aku linglung, hidupku kian limbung. Aku tak mengerti lelucon apa yang semesta sedang mainkan untukku. Aku berlari secepat mungkin menuju rumahnya sambil berdoa bahwa itu semua hanya lelucon dan Ibu Ruli hanya sedang bermain-main denganku. Sampai ketika aku berada di teras rumahnya dan aku melihatnya, Aku melihat Ruli dikelilingi banyak orang yang sedang bersahut-sahutan mendoakannya. Ruli ku sudah terbujur kaku tak bernyawa. Dan seketika dunia menjadi gelap.

3 tahun 3 bulan sekian hari, tangisku benar-benar tak punya kemampuan untuk berhenti, aku tau Ibu Ruli sudah lelah dan kehabisan cara untuk meminta ku keluar dari kamar anaknya, hanya saja aku tak punya daya untuk melakukannya. Aku masih tak bisa mempercayai semua hal yang dibeberkan oleh Ibu Ruli tentang Kanker otak stadium akhir yang telah setahun diderita Ruli dan permintaannya untuk tetap merahasiakan penyakitnya dari ku karena dia tak ingin melihat ku menderita karena dia, aku juga tak mengerti tentang bagaimana Ruli sengaja menyudahi hubungan kami karena dia tak ingin aku melihatnya di saat-saat terakhirnya. Dia tak pernah membayangkan akan meninggalkanku secepat ini dan menurutnya satu-satunya cara untuk mengurangi rasa sakit itu adalah dengan membuat aku membencinya. Ruli benar, aku memang membencinya, aku membencinya karena semua orang menipuku karena mengatakan tak ada yang perlu dikhawatirkan dari pingsan di ruang kerja karena kelelahan, aku membencinya karena aku tidak pernah tau betapa menderitanya dia menghadapi penyakit sialan itu sendirian, aku membencinya karena aku tak bisa menjaga dan melihatnya hingga akhir, aku membencinya karena dia tak mengizinkan aku mengucapkan perpisahan dengan benar, aku membencinya karena pada akhirnya aku lah yang sendirian menerima kehilangan.
Aku begitu mencintai Ruli hingga sangat membencinya.

3 tahun 3 bulan 13 hari, akhirnya aku menemukan kepingan yang hilang itu. Hari itu hari paling gelap dari hidupku yang tidak bewarna. Aku menghadiri pemakamannya. Rumah terakhir Ruli.

Dan hari ini 3 tahun 3 bulan 13 hari berlalu dari hari itu aku tidak akan membiarkannya sendiri lagi. Terjun dari lantai 22 gedung tinggi ini akan membantuku bertemu dengannya. Kini semuanya serasa damai dan lepas saat aku mulai melangkah terbang. Menikmati mata-mata terkejut yang menatapku di setiap lantai yang ku lewati. Tapi aku tak lagi perduli karena aku tengah mempersiapkan diri untuk bertemu dia. Bertemu Ruliku.
Dan segalanya pun berubah menjadi gelap gulita.
.
.
.
.
.
Namun tak ada Ruli disini.

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top