Ada yang bilang, jarak
antara hidup dan mati itu tipis, setipis satu helai rambut dibelah 7. Saya,
mengamini pernyataan ini.
Kenapa?
Begini ceritanya,
#siDebbysokSerius
Seperti hari-hari
biasa, kalau tak mau terlambat, pagi-pagi benar saya sudah harus berkutat
dengan jalanan ibukota. Ibukota Sumatera Utara maksudnya.
#gakharusDijelasinjugaDeb. Jam enam lewat lima belas saya sudah harus menunggu
di Simpang untuk mendapatkan angkot pertama pagi itu, kalau saya kelewatan maka
saya harus menunggu angkot selanjutnya yang datangnya bisa setengah jam kemudian.
IYA. SETENGAH JAM KEMUDIAN. Angkot saya ini memang angkot yang langka
selangka-langkanya angkot. Tak ada angkot trayek lain yang langsung melewati
kantor saya, harus nyambung dengan angkot lain. Dan kalian pasti tau rasanya
turun naik angkot bolak balik itu melelahkan, jadilah setiap pagi saya
menggantungkan hidup pada angkot langka ini. Yap. Saya mengakui, hidup saya
setiap paginya bergantung pada Angkot KOPERASI 80 KUNING TRAYEK MEDAN-BELAWAN.
#SekalianPromo #BukanBuzzer #HAHAHA
Karena angkot saya ini
masuk dalam 10 besar jajaran angkot langka sekota Medan yang itu artinya tidak
memiliki begitu banyak armada, dan artinya lagi setiap armada memiliki supirnya
masing-masing. Maka dapat dipastikan, jika tak ada arah melintang setiap
harinya saya akan bertemu dengan supir yang sama, abang itu lagi abang itu
lagi. #bahasaSidebbyBerat. Nah, karena supir dan (biasanya) juga penumpang yang
itu-itu saja, pada akhirnya terciptalah sebuah hubungan cukup dekat antara para
supir dan para penumpang, EITS, tunggu dulu, ini bukan cerita kisah cinta
segitiga antara supir dan penumpangnya tapi… cerita cinta segiempat #lah
#ApahIni. Balik lagi ke topik, hubungan cukup dekat ini misalnya, si abang
supir yang bersedia menunggu 3-5 menit untuk penumpang tetapnya kalau belum
keliatan di spot biasa menunggu, seringkali juga, kalau penumpang lagi ramai,
si abang supir tetap menyisahkan space untuk
penumpang tetapnya. Atau yang lebih ekstremnya lagi, untuk penumpang tetap,
ongkos bisa dibayar rapelan, misal sedang tak ada uang kembalian, jadi
ongkosnya dibayar menyusul. Jadi gaes walaupun cuma sekedar penumpang angkot,
kita juga bisa diperlakukan Istimewa.
Dan yang terjadi pagi
ini adalah jam enam lewat sepuluh saya sudah siap berdiri manis menunggu
angkot seperti biasa, lagi serius-seriusnya nunggu tiba-tiba datang seorang ibu
jualan kue, melihat kue yang lucu-lucu itu, naluri untuk memilikinya pun
timbul. *HalahBahasanya* mau bilang pengin beli kue aja, bahasanya muter-muter
sampe Monas. Jadilah akhirnya saya meluangkan waktu untuk membeli kue si Ibu
itu, pilih-pilih lalu membayar. Uang saya yang Rp. 10.000 memiliki kembalian Rp.
3.000. Karena si Ibu tidak memiliki uang kembalian, dia meminta izin saya untuk
mencari uang kembalian. Saya pun setuju dan menunggu.
Disaat saya sedang
menunggu itu, si abang supir angkot lewat. JRENGG. Saya pun langsung disergap
perasaan dilema akut. Ini persoalan kehilangan uang tiga ribu atau menunggu
setengah jam lagi. *HALAH*. Dilema antara menunggu uang kembalian atau langsung
naik angkot saja. Perasaan saya bercampur aduk antara menunggu atau tetap
setia . Sementara si Abang supir sudah berhenti dan berseru, “Ayo dek,
cepat cepat !! ”. Tapi entah apa yang
terjadi, bukannya malah naik saya malah berseru ke abang supir, “duluan aja
bang, saya masih nunggu kembalian.”. “Yakin, dek ?” si abang kembali
mempertanyakan. Saya menggangguk.
Si angkot pergi,eh si
ibunya dateng bawa kembalian, sempat merutuki diri menyesali kenapa engga minta
abangnya nunggu bentar atau ditinggal aja uangnya. Dan benar saja, hampir 20
menit yang saya butuhkan untuk menunggu angkot selanjutnya.
Perjalanan seperti
biasa. Hingga setengah jam kemudian…
Jalanan berubah jadi
macet.
Semua pada heran karena
jarang-jarang sekali macet di jalan ini. Angkot pun bergerak perlahan, hingga
akhirnya melewati sumber kemacetan yang ternyata adalah kecelakaan lalu lintas.
Dan yang paling ngebuat saya terkejut adalah korban kecelakaan yaitu angkot
yang awalnya akan saya naikin tadi. Jantung saya langsung lemes seketika
melihat kondisi angkot yang hancur menabrak tembok pagar rumah salah satu
warga. Bagian depan angkot hancur sehancur-hancurnya dan saya masih sempat
melihat beberapa penumpang sedang berusaha menyelamatkan diri.
Saya tidak tau
bagaimana akhir kecelakaan itu, bagaimana kondisi para penumpang dan supirnya,
tapi tentu saya berharap semoga semua baik-baik saja. Semoga tak ada yang
terluka parah. Kejadian ini benar-benar mengajarkan saya, bahwa dalam hitungan
detik semua hal bisa terjadi. Hidup dan mati, sehat atau sakit bisa datang
dalam satu kedipan mata.
Saya mensyukuri karna tidak mengalami kejadian itu. Ya. Saya bersyukur bahwa Tuhan masih menyelamatkan saya dengan caraNya. Kalau saja saya tidak membeli kue dan menunggu kembalian mungkin akan berbeda ceritanya.
Dan juga seperti yang
saya katakan sebelumnya bahwa saya berharap semoga para penumpang dan supirnya
dalam keadaan baik, saya juga berharap semoga si abang supir bisa lebih
berhati-hati menyetir di masa yang akan datang. Bukan apa-apa, abang yang satu
ini memang sudah terkenal dengan “keganasannya” di jalanan. Tempramen tingginya
dalam menyetir kadang merugikan penumpang. Kalau tempramenya sedang kambuh,
jangan harap bisa lewat dengan aman jika menyalip dia. Jarak tempuh normal 45
menit bisa dilahapnya dalam 20 menit.
Bisa dipastikan saya tak pernah terlambat sampai ke kantor setiap
harinya meski turun angkot dengan kaki gemetar menjejak tanah. Semoga kejadian
ini juga bisa memberi hikmah padanya untuk lebih berhati-hati lagi nanti.
Begitulah sekelumit
curhat saya hari ini, mengingati diri untuk lebih banyak-banyak berdoa
mengingat Tuhan dimanapun berada, karena kejadian buruk bisa kapan saja datang
menyapa.
Semoga kita selalu
berada dalam lindunganNya.
theEnd~
0 komentar:
Posting Komentar