Kisah Tentang Ayah

Saya masih ingat dengan cukup baik ketika sekolah dasar dulu, saat Ibu ErnaWati, guru bahasa Indonesia favorit saya mulai mengajarkan kami tentang makna peribahasa. Salah satu peribahasa yang masih saya ingat hingga kini adalah kasih anak sepanjang galah, kasih Ibu sepanjang jalan. Saya tak membantah perihal ini. Pepatah ini mungkin benar. Tapi, mungkin saat ini, sekolah-sekolah juga perlu banyak menceritakan peribahasa-peribahasa tentang kasih seorang Ayah yang tak ada habisnya.
Satu kisah tentang kasih seoprang ayah yang akan saya ceritakan ini, mengingatkan kita kembali, bahwa dibalik hangatnya peluk seorang Ibu, selalu ada ayah yang diam-diam selalu melindungi.

Seperti yang sudah sering saya ceritakan dalam postingan-postingan blog sebelumnya tentang rutinitas hari-hari saya yang selalu berjibaku dengan angkot, saya juga sudah pernah mengatakan bahwa angkot yang saya tunggu adalah salah satu angkot yang cukup langka setiap harinya. Dalam skala 1-10 sepertinya angkot tersebut masuk sebagai juara 5 besar perihal angkot terlama.
Lupakan soal angkotnya sesaat, Saya sedang tak ingin menceritakan peristiwa-peristiwa absurd yang saya dapatkan selama berangkot ria. Kali ini saya ingin menceritakan sebuah kisah tentang seorang ayah dan anaknya yang belakangan ini sering saya temui. Bertemu dengan mereka adalah salah satu hal yang cukup saya nanti setiap hari sembari menunggu angkot yang saya tunggu datang. Dan sejak saya melihat mereka, menunggu jadi tak terasa begitu menyebalkan.

Setiap pagi pukul enam lewat lima belas biasanya saya sudah berdiri anggun anteng menunggu angkot koperasi 80 datang. Jarak angkot yang datang antara satu dan lainnya cukup lama, berkisar 20-30 menit. Itu sebabnya jika saya sudah ketinggalan dengan trip pertama maka saya harus menunggu cukup lama untuk trip selanjutnya. Sembari menunggu biasanya saya suka menonton atau lebih tepatnya memperhatikan tingkah orang-orang lainnya yang berada disitu. Seringnya saya akan selalu bertemu dengan orang-orang yang sama setiap harinya. Mendengarkan bagaimana gaduhnya segerombolan anak-anak smp yang belum selesai mengerjakan PR, melihat ibu-ibu yang menemani anaknya menunggu angkot, mendengarkan cekikikan adek-adek sekolah yang saya tidak tau membahas tentang  apa karena yang terdengar hanyalah suara cekikikannya saja, Penjual kue yang menjajakan dagangannya, penjual sarapan yang kebingungan mencari kembalian uang dari pelangganya dan keriuhan-keriuhan lainnya. Hingga kemudian beberapa bulan terakhir ini saya sering bertemu dengan seorang Bapak yang setiap hari menemani anaknya menunggu Angkot datang.

Awalnya saya berfikir itu biasa saja, seorang bapak yang menemani anaknya menunggu angkot datang. Itu saja. Tak ada yang Istimewa.

Sampai kemudian, semakin sering saya melihat mereka, semakin pula saya kagum dan terharu. Ya saya terharu sejak melihat bagaimana si ayah yang tak akan pergi sebelum anaknya hilang dari pandangan matanya.

Biasanya kronologis yang akan terjadi seperti ini, Sang ayah dan dua anaknya (dulu saat pertama kali saya melihat mereka hanya ada satu anak, tapi sejak tahun ajaran baru ada satu lagi anak yang saya yakini sebagai adiknya. Mereka berdua sama-sama berada di sekolah menegah pertama) dengan menggunakan motor akan sampai di persimpangan tempat saya menunggu angkot di pukul setengah tujuh. Biasanya sang ayah akan selalu pergi ke warung terdekat untuk membelikan air mineral untuk bekal masing-masing anaknya. Jika sudah begitu, sang ayah kemudian memegang tas kedua anaknya dan anak-anaknya akan memegang tangan ayahnya yang satu lagi. Saat angkot yang mereka tunggu datang, si Ayah akan langsung sibuk membuka jalan dan melindungi anaknya dari penumpang-penumpang lain yang biasanya berebut naik dengan kasar. Tapi, sebelum naik ke dalam angkot, anak-anaknya selalu dan tak pernah lupa untuk menyalami, memeluk dan mencium ayahnya. Iyah saya tak berlebihan. Kedua anaknya akan menyalami, dan ayahnya akan memberi pelukan dan ciuman singkat sebelum anaknya benar-benar masuk ke dalam angkot.  Seriuh apapun suasana orang orang yang berebut naik, mereka tak pernah melewatkan kebiasaan itu setiap harinya. Si anak akan selalu menyempatkan waktu memeluk ayahnya. Lalu sang Ayah, akan tetap berdiri melihat dan menunggu hingga angkot yang ditumpangi anaknya benar-benar hilang dari pandangan matanya. Melihat tatapan hangat yang cemas dari sang Ayah yang seakan tak rela melepas anaknya pergi. Saya tau sang Ayah begitu mencintai anaknya. Saya pun bisa merasakannya.

ayah membagi air mineral
memberi jalan u/ sang anak


ciuman sebelum berangkat sekolah
Setiap kali saat saya bertemu mereka, saya akan menanti kebiasaan yang selalu mereka lakukan dan kemudian tersenyum bahagia mendoakan agar mereka, Ayah dan anak-anaknya akan selalu tetap saling mencintai dan melindungi dalam keadaan apapun sampai kapanpun.
Saya suka dengan anak-anak bapak tersebut yang tak segan memeluk ayahnya disaat banyak anak-anak lain yang justru malu dan marah saat ibu atau ayah mereka memeluk atau mencium sekedar doa pelepas rindu.

Dan saya pun kemudian merindukan papa. Saya yakin papa juga mencintai saya begitu besarnya meski kami tak memiliki waktu bersama begitu lama. Saya yakin, disana papa juga mungkin mengkhawatirkan saya, apakah saya makan dengan baik, masih tidur sampai larut malam, masih senang menonton film sampai berjam-jam, punya teman lelaki yang baik, dan hal-hal lainnya yang mungkin sudah tak bisa disampaikan secara langsung, namun saya tau papa masih menjaga saya dari jauh, dan kemudian tersenyum karena melihat anaknya tumbuh dengan baik.

Tidak punya waktu banyak dengan Papa, membuat saya jadi begitu menghargai setiap waktu saya dengan Bunda. Itulah kenapa, saya selalu bahagia saat melihat interaksi orangtua dan anak yang hangat, dan saya sangat membenci anak-anak yang sampai hati membantah,memarahi dan melukai orang tuanya apalagi di tempat umum. Jangan sampai kalian menyadari justru setelah kehilangan mereka. Bahwa orang tua yang kalian miliki itu cuma dua dan tak akan pernah ada gantinya.

_theend_

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar

Back
to top