Berbagi cerita, Mengekalkan Kisah

        So, What’s Next? Ini adalah pertanyaan yang selalu aku tanyakan setiap kali memberi selamat seseorang yang tengah merayakan kelulusan. Entah kenapa, menanyakan itu menjadi kebiasaan belakangan ini,  mungkin rasa penasaran dan ingin tau terhadap isi kepala mengenai rencana selanjutnya yang akan diambil setelah menyelesaikan satu tahap lagi dihidup mereka. You Know, I mean I just so interest to know what will they do after their graduation, rasa ingin tahuku ini juga mungkin disebabkan oleh “panic attack” yang melandaku dari waktu ke waktu menjelang persiapan skripsi ku tahun ini. Dan oh ya… juga karena aku senang mendengar  banyak jawaban yang menarik dan beragam. Mulai dari jawaban-jawaban matang mencerminkan optimisme, atau jawaban-jawaban asal mencerminkan pesimisme. Tak jarang aku akan mendapati jawaban yang menginspirasi, Tapi tak jarang juga (sebenarnya yang ini cenderung lebih banyak) aku akan mendengar jawaban-jawaban gak penting yang akhirnya malah mengocok perut.

          “Oleh-olehnya jangan lupa ya…” . Kalian pasti juga sering mendengar kalimat seperti itu kala hendak berpergian kan? Tak perduli kemanapun perginya, berapa lama, kepentingannya apa, seberapa dekat kalian dengan orang yang pergi itu atau mungkin kalian hanya sekedar basa basi,  yang penting…… “Oleh-olehnya yaaa..”. Malah kadang kalau udah pulang, yang ditanyain duluan bukan kabarnya tapi…. “Oleh-olehnya mana? ” HAHAHA iya kannn? .. Fenomena ini membuat aku penasaran siapa orang yang pertama kali di bumi yang mencetuskan permintaan seperti itu, yang pertama kali ngomong “Oleh-olehnya jangan lupa ya….”  Tapi menurut pengamatankku pastilah orang pertama ini tidak berasal dari Barat. Tapi ini hanya sekedar pengamatan sok tau ku, hanya karena jarang sekali aku melihat para turis bule-bule itu menenteng banyak belanjaan dari tempat-tempat belanja oleh-oleh. Pastilah orang pertama ini berasal dari Timur, atau bahkan mungkin memang berasal dari Indonesia ku tercinta ini. Who knows? Tapi, siapapun dia.. YOU ROCK !! gile aja gitu jargonnya bisa jadi mendarah daging turun menurun. HAHAHA.. *ketawa enak*. Tapi, secara pribadi sih, aku gak pernah bermasalah sama orang yang ngomong seperti itu setiap aku akan berpergian. Kalau emang ada rezeki lebih seru juga kan bisa berbagi. Tapi kalau pas pergi yang ternyata tidak ada rezeki lebihnya yah paling entar pulang senyum-senyum meringis aja :D.

             Holaaaa. Kali ini izinkan aku untuk mereview penginapan yang kami pilih ketika liburan di Bali beberapa waktu lalu. Jadi liburan ke Bali kali ini dipersembahkan oleh 5 Gadis-gadis lucu nan ayu + satu lajang yang juga ayu  tampan. Rencananya kami akan 6 hari berada di Bali. Dari awal kami sudah sepakat untuk mencari akomodasi semurah mungkin tapi tetap nyaman . Hampir semuanya dari kami baru pertama kali ke Bali jadi menemukan penginapan yang murah tapi tetap nyaman sangat penting dan Penginapan yang dicari haruslah penginapan dimana kami bisa menuju ke Pantai Kuta dan ke Legian hanya dengan jalan kaki. Pantai Kuta yang tersohor dan Legian yang terkenal dengan kehidupan malamnya. Iya Jalan Kaki. Demi menghemat biaya transportasi seperti menyewa sepeda motor :D. Walaupun Beberapa teman sudah menyarankan untuk tidak menginap disekitaran Legian karna kebisingannya di malam hari tentu akan sangat menggangu. Sebulan sebelum berangkat aku sudah melakukan pendekatan dengan John Mayer Mbah Google secara intens, ngebrowse sana sini demi mendapatkan penginapan murah meriah tapi gak muntah :D . Ngubek-ngubek TripAdvisor untuk baca-baca review. Blog walking ke Para temen-temen Blogger yang berujung malah bikin tambah bingung.  Ada penginapan yang bagus + murah tapi lokasi nya di Denpasar,  Ada juga penginapan yang murah banget, lokasi di Kuta, free breakfast tapi review dari sana sini mengecewakan. Atau penginapannya murah, lokasinya di Kuta, tapi Kutanyaaaaaaa entah kuta bagian mana yang jika mau ke Pantai Kuta tetap harus menggunakan sepeda motor kalau tidak mau betis berubah jadi sekeras broti. Selebihnya adalah Hotel-hotel yang sebenarnya sudah sesuai dengan criteria yang dicari seperti hanya butuh jalan kaki ke Pantai Kuta atau Legian, free breakfast dan berbagai fasilitas tambahan lainnya. Tapi tentu semua itu sangat tidak sesuai dengan kantong anak-anak mahasiswa ini. Jadilah semua Hotel disepanjang Kuta dicoret dari List “Penginapan yang Terpilih” dan  setelah melakukan pencarian yang cukup alot, kepala juga sudah mulai mengeluarkan asap tanda menyerah. Aku memutuskan mempersempit pencarian. Tidak lagi mencari Hotel atau penginapan di seluruh area Kuta tapi hanya focus pada penginapan yang ada di Poppies Lane. Iyak. Jln. Popies Lane yang sudah sangat tersohor namanya di kalangan para backpacker local dan mancanegara sebagai surganya penginapan murah di Bali. Akhirnya mulai lah aku membuat list penginapan-penginapan yang ada di Poppies 1 dan Poppies 2, dan yakkk ternyata banyak juga cyinnnn, dihitung ada kali 50-an hostel, losmen, homestay atau apapun lah mereka menamakannya dengan rate yang hampir sama semuanya.Murah. Dan hanya memilih satu diantara semuanya manalah mungkin gampang. Untuk menerima atau engga ajakan nge-date aja gak sepuyeng ini. Beneran deh. Ditambah lagi sedikitnya orang sekitar yang bisa memberikan rekomendasi menjadikan proses pemilihan ini berjalan semakin alot lebih alot dari pemilihan kepala lingkungan baru di lingkungan rumahku.

Kejadian absurd kali ini aku alami bersama tukang ojek. Selain setia dengan angkot seperti pada cerita ku sebelumnya, aku sering menggunakan jasa tukang ojek pada malam hari karena memang rute angkot yang kulalui hanya sampai simpang pertigaan daerah rumahku, sedangkan rumahku masih berjarak kira-kira 3 km lagi dari simpang itu, Seperti biasanya begitu turun dari angkot, sudah banyak sekali para abang tukang ojek yang menyerbu berebut calon penumpang, mulai dari menyebut nama-nama daerah yang menjadi rute ojek, ataupun memanggil-manggil nama, iya memanggil nama, mereka memanggil nama bukan karena sudah mengetahui semua nama orang yang baru turun dari angkot,tapi karena memang mereka memanggil nama orang secara random, iya random, mereka bisa memanggilmu dengan Fitri,Susi,Susan atau Udin, suka-suka mereka. Seperti kali ini, begitu melihat aku turun dari angkot dan menunjukkan gelagat akan menggunakan jasa mereka, Para abang tukang ojek itu pun sudah ribut memanggil-manggil aku, mulai dari “pasar 3 dek sama abang,”ada lagi “pasar 1-10 sama abang dek”  atau “Dek rini ayo sama abang sini” “Dek Rani sini sini” dan aku cuma bisa senyum mesem-mesem,entah siapa yang sudah mengganti namaku menjadi Rini & Rani. Biasanya aku memilih tukang ojek yang sudah menjadi langganan ataupun setidaknya yang wajah nya tidak menyeramkan (sebenarnya tidak ada standar  khusus yang kupakai untuk  menentukan seramnya wajah seseorang, aku hanya menggunakan standar, “kalau dia tampan,itu berarti dia tidak seram” hahaha  . Jadi kali ini aku memilih tukang ojek yang lumayan sering ku pakai jasanya, sedikit cerita tentangnya, namanya Adi, Pada pagi hari dia bekerja sebagi buruh pabrik, sepulang kerja dia mengojek,katanya demi bisa menyekolahkan adik-adiknya dia harus mencari tambahan penghasilan, sedangkan kedua orang tua nya telah lama tiada. Aku salut dengan perjuangan hidupnya, Semangat juang hidupnya sangat tinggi dan tidak gampang menyerah, “Kadang Hidup tidak memberikan banyak pilihan tapi Allah selalu bersama orang-orang yang mau tetap berusaha dan aku hanya ingin melihat adik-adikku bisa lulus sekolah dan tidak perlu menjadi buruh pabrik atau tukang ojek untuk bertahan hidup” katanya suatu hari. Aku memang punya kebiasaan suka mengobrol dengan mereka untuk menjalin kedekatan membunuh waktu dan sekedar berbagi dengan bercerita . 

             Seperti biasa pagi ini, pukul 07.05 aku sudah standby di simpang jalan menunggu angkot untuk ke kantor, Angkot untuk rute ke kantor ku ini cukup banyak hingga tak butuh waktu lama untuk menunggu. Kapasitas angkot cukup full, tapi aku melihat masih ada ruang tersisa  bahkan untuk 2 orang. Aku naik, tapi tak tak terlihat reaksi penumpang untuk menggeser dan memberikan ruang untukku, pura-pura tidak tau. Ada yang bermain dengan gadgetnya, ada yang membaca buku, dan ada yg mengobrol. Aku mulai tidak sabar dan memutuskan untuk turun saja, sebelum aku sempat turun ternyata abang supir melihat gelagat ku dan langsung berseru dengan suara keras nan lantang khas orang Batak. “GESER DULU, GESER, 8 6 8 6, KALAU MAU LAPANG NAIK TAKSI SAJA SANA” Tak pelak semua penumpang pun langsung bergeser, dan akhirnya aku mendapat ruang untuk duduk. Aku hanya tersenyum kecil, tak habis berfikir, bahkan di angkutan umum yang notabene sama-sama membayar, untuk berbagi sedikit saja sulit sekali rasanya. Dan guyonan lama yang mengatakan bahwa hanya dengan suara keras orang baru bisa sadar dan mengerti mungkin benar adanya.  Tapi bukan hal ini yang sebenarnya lebih menggugah hati ku hari ini. Oh ya sebelumnya, sekedar informasi 8 6 8 6 adalah formasi kapasitas penumpang dalam sebuah angkot di Medan. 8 penumpang untuk kursi sisi kanan, dan 6 penumpang untuk sisi kiri. Aku tidak terlalu suka dengan formasi ini karena biasanya si abang supir akan terus menaikkan penumpang sampai mencapai formasi ini tanpa mau tau apakah masih ada ruang tersisa atau tidak,dan kalian bisa bayangkan jika yang menjadi penumpang adalah orang-orang berbadan subur dan “berdapur” besar.  Selanjutnya yang terjadi adalah menikmati diri menjadi ikan pepes sejenak.